Selasa, 08 Februari 2011

NIMAS

1


ARAM


Aram menghampiri seorang gadis yang sedang termenung di bibir pantai, matanya menerawang jauh menatap ombak yang pecah di bebatuan karang. Matanya sayu, terlihat gadis itu sedang bersedih. Aram perlahan mendekatinya,

“Nimas, kamu kenapa?,”tanya Aram hati-hati. Matanya menangkap sesuatu yang berbeda dimata gadis dihadapannya itu. Kesedihan, ya kesedihan.

Gadis itu menoleh, menatap mata Aram lekat-lekat. Tiba-tiba air matanya menetes. Aram terlihat bingung, tapi dengan segera dia menghapus air mata gadis itu dengan jemarinya.


“ada apa lagi,Nimas?,” Aram terlihat sangat gelisah, seperti menyembunyiknan sesuatu dari gadis itu. Nimas menangkap gelagat aneh Aram,

“Ram, kamu kenapa?,” tanya Nimas, alis matanya berkerut pertanda dirinya penasaran. Aram gelagapan, namun kemudian dia tersenyum lagi.

“I’m fine sayang, kamu yang kenapa? Kenapa nangis?,”tanay Aram lembut sembari membelai rambut Nimas.

“Aram, kalau kau ga di sini lagi, apa kamu bisa menjaga cintaku?,” tanya Nimas, matanya lekat menatap mata Aram, mencari kejujuran di setiap.

“I will, aku akan berusaha menjaganya,”jawab Aram, jawabannya terkesan tegas, namun sayangnya itu tidak cukup membuat Nimas yakin.

“apa bisa bertahan tanpa kehadiranku? Apa bisa kamu bertahan dari godaan cewek yg lebih cantik?,” tanya Nimas lagi.

“apa kau meragukan ku?,” Aram balik bertanya pada Nimas.

Nimas tertunduk, air matanya tertahan. “maaf Aram, aku meragukanmu dan itu karenamu,” namun kalimat itu seakan tertahan di tenggorokannya, dia tak mampu mengatakannya.

“aku tidak meragukanmu,”kata Nimas kemudian, seketika itu juga Aram menarik lengan Nimas dan mendekapnya. Nimas terkejut, namun sejujurnya dia merasakan kehangatan berada di sisi Aram. Sayangnya, Nimas tetap harus pergi.

“please, aku mohon kamu jangan pergi,” kata Aram, dekapannya semakin kuat. Nimas merasa sesak, tapi  dia paham ini adalah bentuk kesedihan Aram. Sebengal apapun Aram, Nimas yakin Aram benar sayang padanya.


*


“ayo pulang,” ajak Nimas, Aram mengangguk. Dia mengiyakan ajakan Nimas, dilihatnya matahari juga sudah mulai kembali berajak ke peraduannya.

“kita mampir di lapangan? Mau kan? Teman-teman menunggu,” kata Aram kemudian, kali ini gantian Nimas mengiyakan ajakan Aram.


Kemudian aram menyerahkan handphonenya pada Nimas, “aku titip, takut jatuh,” kata Aram padanya. Nimas menatap handphone di tangannya dan aram bergantian. Entah kenapa saat itu timbul keinginannya untuk mengutak atik handphone aram. Mereka memang biasa bertukaran, tapi hari itu seperti ada yg mendorong Nimas untuk memeriksanya.

Nimas terkejut, di call list handphone Aram ada nama cewek yang selama ini membuat hubungan mereka runyam,”Agatha”. Dengan tangan bergetar dan perasaaan yang mulai ga karuan, Nimas menekan tombol call pada handphone. Nimas menunggu beberapa saat dengan penuh rasa penasaran, dadanya berdegup kencang, nafasnya jadi tidak karuan. Dia mencoba menenangkan diri sebisa mungkin, takut kalau Aram curiga dengan tingkahnya.


“ kamu kenapa diam,Nimas?,”tanya Aram sambil tetap berkonsentrasi mengemudikan motornya. Nimas sedikit terperanjat, namun kemudian bisa menguasai diri kembali.

“aku gapapa,” jawab Nimas sekenanya, tak berapa lama handphone aram berdering. Nimas kaget bukan main, untungnya hanya SMS. Di layar handphone, tertulis nama “Agatha”. Dengan perasaan yang semakin ga karuan, perlahan Nimas menbuka pesan itu. Hati Nimas semakin tak karuan melihat isi SMS itu, ingin rasanya menangis tetapi dia masih harus berpikir jernih agar masalah ini dapat diselesaikan dengan baik.


Setibanya dilapangan, Aram menghampiri teman-temannya sedangkan Nimas tetap berada di parkiran. Pikirannya kacau, kesetiaannya selama ini dibalas dengan cara seperti ini oleh Aram, calon tunangannya.

“apa yang harus aku lakukan?,” batin Nimas, hatinya teriris. Disaat dia akan pergi, disaat mereka telah menyusun rencana masa depan mereka, aram justru berbuat seperti ini padanya.

“ayo pulang,”kata Aram sembari menggandeng tangan Nimas, alangkah terkejutnya Aram ketika Nimas menepis tangannya. Nimas pun terkejut, “maaf” hanya itu kata yang Nimas ucapkan.

“Ram, aku mau pulang sendirian,”kata Nimas, matanya tampak berkaca-kaca menatap Aram, Aram terlihat bingung.

“kamu kenapa sih?,”tanya Aram sambil menarik tangan Nimas.


Nimas berusaha melepaskan tangannya dari genggaman aram, airmatanya pun tak tertahankan. Aram semakin bingung, nimas semakin histeris ketika aram berusaha menenangkannya. Hingga aram pun menyerah dan kebingungan melihat sikap nimas yang seperti orang asing itu. Akhirnya, hanya dipa yang mengantarkan nimas pulang kerumah dan menenangkannya.


*


Seminggu sudah nimas enggan bertemu dengan aram, sedikitpun dia tidak menjelaskan alasan sikapnya yang berubah pada Aram. Hari ini hari keberangkatan nimas, di rumah Nimas hanya ada Dipa dan lainnya. Aram tak terlihat di sana, karena Nimas memang sengaja tidak memberitahunya.


“Dip, aku pamit ya. Jaga diri kalian, jangan kangen aku,hhehe,”canda Nimas saat berpamitan dengan Nipa dan yang lain di bandara Dipa tersenyum,

“I will be miss you, Nimas. Kita semua bakal kangen banget sama kamu,” kata Dipa kemudian. “hmm...bagaimana dengan Aram?,” tanya Dipa kemudian.

Raut wajah Nimas berubah kemudian, dan Dipa pun menangkap perubahan itu,

“Nimas, maaf...,” kata Dipa tertahan, Nimas tersenyum.

“I’m okay Dip,”jawab Nimas, Nimas kemudian menyerahkan sepucuk amplop berwarna orange pada Dipa.

“aku titip buat Aram,pastiin dia baca surat ini. Aku harap dia ngerti dengan perubahan sikapku,”kata nimas.

Dipa mengangguk. Dengan berat hati nimas melangkahkan kakinya menuju pesawat. Lambaian tangan Dipa dan kawan-kawan melepas kepergiannya sore itu.


*


“dear Aram
aku tau kamu bingung dengan segala perubahan sikapku, namun untuk kau ketahui semua itu tak akan terjadi jika kamu gak mengkhianati aku.
Kamu ingan sore itu, saat kita di pantai? Maafkan aku, karena aku mengutak atik handphonemu. tapi sekali lagi, semua itu takkan terjadi jika sikapmu tidak seperti itu.
Kamu mungkin masih belum paham. AGATHA. Kamu kenal dia kan? Dia penyebab semua ini. Pikirkan kesalahanmu itu, aram. Aku sangat kecewa dengan balasan yg kamu berikan padaku.
Sore ini aku pergi ninggalin kota ini, aku sengaja tidak memberitahukan mu. Terima kasih atas luka yang kamu berikan, semoga bahagia dengan AGATHAmu itu. Aku rasa pertunangan kita batalkan saja, tak ada gunanya lagi

Nimas”


Tangan Aram bergetar, jemarinya menremas surat itu hingga kusut. Dia merutuki kebodohan dirinya sendiri yang telah menyia-nyiakan Nimas yang tulus menyayanginya. Tapi, sesalpun tak akan berguna lagi. Nimas sudah pergi jauh meninggalkannya.


nimas memandangi foto yang terpampang di handphonenya, fotonya bersama Aram.
"Aram, aku harap kamu sadar," desis Nimas


***



MICHAEL

Tepat sebulan nimas meninggalkan kota dan segala kenangannya bersama Aram, memang bukan hal yang mudah bagi nimas. Apalagi hubungan dengan aram sudah berjalan hampir tiga tahun. Namun sepertinya tiga tahun itu tak berarti bagi aram, hingga dia tega menyakiti hati nimas.
Kini nimas tengah berusaha memulai hidupnya yang baru di kota yang baru. Sebenarnya ini bukan kota yang baru baginya, karena kota ini adalah kota kelahirannya. Namun tetap saja, nimas merasa asing berada dikota ini.

*

Nimas sedang asyik dengan laptopnya ketika tiba-tiba handphonenya berbunyi. Nama Aram tertera di sana, Nimas tertegun sejenak kemudian merejectnya. Tak lama handphonenya berdering lagi, Aram masih berusaha menghubunginya.
“nimas, maafin aku.. aku salah... I’m sorry.. please give me a chance” tulis Aram pada pesannya malam itu. Nimas terlihat ragu, tangannya ingin membalas pesan Aram, namun hati kecilnya menolak. Dia masih kecewa dengan apa yang dilakukan aram padanya.
Nimas membuka jendela kamarnya, langit penuh bintang malam ini. Nimas menatap langit malam itu, dia sedikit tersenyum,”perfect,” batinnya, nimas melangkahkan kakinya keluar melalui jendela, kemudian berbaring di atap sembari memandang langit.
“aku selalu menyukai langit malam seperti ini,” bisiknya pada dirinya sendiri.

Nimas sangat menyukai saat-saat dia sendirian. Dia bukan seorang penyendiri, namun ketika dia sedang sendirian dia bisa merenungi segala perbuatannya dan mengenang berbagai hal. Bagi nimas, itu adalah hal yang menyenangkan.

Nimas sedang tenggelam dalam dunianya, ketika tiba-tiba dering handphonenya lagi-lagi mengagetkannya. Ketika dia akan merejectnya karena dia menyangka Aram yg menghubunginya, tiba-tiba dahinya berkerut.

“michael???,” alisnya berkerut, “tumben dia menghubungiku,” batin nimas.

Nimas agak ragu untuk mengangkat telepon dari michael, akhirnya dia mengabaikannya. Namun tak lama kemudian, michael menghubunginya lagi. “what must I do?,” batin nimas.

Michael, sahabat kecil nimas yang telah lama misscomunication dengannya hanya karena mereka putus. Sejak SMA, nimas belum pernah bertegur sapa lagi dengannya. Nimas hanya tak ingin merasa sakit hati lagi karenanya.

“halo,” kata nimas sejurus kemudian, akhirnya dia memberanikan diri mengangkat telepon dari michael.
“nimas, kamu dimana sekarang? Kenapa pergi ga pamit sama aku?,” tanya michael blak blakan. Nimas sedikit kebingungan untuk bicara, belum sempat menjawab, michael sudah memberondongnya dengan pertanyaan yang lain.
“apa .. kamu masih benci aku?,” michael bertanya perlahan,takut menyakiti hati nimas.

Nimas tertegun sejenak, dia masih sakit hati atas sikap michael beberapa tahun lalu. Tetapi sejujurnya dia tidak pernah membenci michael, dia tetap menyayangi michael hanya saja rasa sayang itu hanya rasa sayang sebagai sahabat.

“I don’t hate you, mike,” jawab nimas, “ maaf aku ga pamit, aku mengejar waktu,” kata nimas kemudian.
“ooh..aku paham, tapi bukan karena aram kan? Aku drngar kamu ga sama dia lagi,” tanya michael kemudian. Nimas terdiam, dia enggan menjawab pertannyaan michael itu.
“ maaf mike, aku ga mau membicarakan hal itu,” jawab nimas singkat.
“aku paham nimas, kamu dimana sekarang?,” tanya michael kemudian.
“aku.. aku di tempat kelahiranku,” jawab nimas. Michael paham, nimas masih tak ingin diusik oleh siapapun. Walaupun nimas tidak menceritakan padanya, michael tahu apa yang sebenarnya terjadi pada nimas.
“nimas, aku ingin menebus kesalahanku. Maafkan aku selama ini mengabaikan kesempatan kita memperbaiki hubungan persahabatan ini. Jujur,aku kesepian tanpamu.Maaf aku menyakitimu. Nimas, I miss you,” kata michael kemudian.

Nimas ternganga. Tak percaya dengan yang baru saja didengarnya. Setahu nimas, michael bukanlah orang yang blak blakan mengutarakan apa yang dirasakannya . biasanya dia akan mengatakannya dengan tersirat, tidak secara langsung. Saking terkejutnya, panggilan michael yang berkali-kali pun tak digubrisnya.

*

Michael benar-benar membuat nimas tak bisa tidur malam itu. Dalam hati kecilnya, nimas juga merindukannya. Merindukan persahabatan mereka berdua.  Nimas membuka dompetnya, di balik fotonya bersama Aram, terselip fotonya bersama Michael.

Nimas meraih sesuatu di bawah tempat tidurnya, sebuah kotak berpita biru. Nimas membuka dan mengeluarkan isinya, semua hal yang mengingatkannya pada michael. Sebuah kotak musik, yang bertahun-tahun menemani tidurnya masih terawat awet hingga sekarang hadiah ulang tahun kesepuluh dari michael.

Lagi-lagi dering handphone mengganggunya. Rupanya ada dua pesan, yang satu dari aram dan yang satu lagi dari michael.

Dari Aram: “ I’m sorry dear... give me a chance L “
Nimas tak menggubrisnya, sebulan bukanlah waktu yang cukup untuk menyembuhkan sakit hatinya pada Aram. Rasa kecewanya pada Aram sungguh besar, karena semua kejadian itu niat suci mereka batal.

Dari michael: “ aku bakal nyusul kamu, hey my little star”
“nyusul?? Apa maksudnya?,” batin nimas.
“apa lagi yang akan mike lakukan???,” nimas semakin bingung, masalahnya dengan Aram belum juga beres kini michael kembali lagi dalam kehidupannya.


***




FIQHRY

Tiga puluh menit sudah Nimas mondar mandir di ruang tunggu bandara. Menanti pesawat yang ditumpangi Michael landing. dia benar-benar membuat Nimas panik kali ini. Michael menelepon Nimas pagi-pagi buta untuk menjemputnya di bandara. Nimas benar-benar gugup, ini kali pertama dia bertemu michael setelah putus cukup lama. Persahabatan mereka pun jadi terbengkalai begitu saja gara-gara hal itu. Itulah sebabnya, awalnya nimas enggan menerima michael sebagai kekasihnya. Tetapi, tetap saja perasaan tak bisa di bohongi.

“nimas? Kamu nimas kan?Kok kamu bisa disini?,” kata seseorang menegur nimas.
Nimas menoleh mencari sosok yang memanggilnya tadi, nimas melihat seornag cowok yang sedang cengar cengir di hadapannya. Nimas terbahak.

“fiqhry? Ngapain kamu disini?,”tanya nimas kemudian. Wajah cowok itu berubah, cemberut manyun.
“ kok malah nanya balik sih? Aku yang nanya duluan kan? ,” katanya protes. Nimas tersenyum geli,
“aku lagi nunggu pesawat dari surabaya, nunggu sahabat aku,” jawab nimas. Fiqhry memperhatikan raut wajah nimas, kemudian tersenyum jahil.

“ sahabat atau sahabat ni?? Hayoo?,” goda fiqrhy. Wajah nimas berubah merah, seperti kepiting rebus. Nimas paling susah menahan malu jika di goda seperti itu.

“Apaan sih? Dia temenku kok. Beneran deh dia sahabatku dari kecil kok,” jawab nimas kemudian. Fiqhry Cuma ber-O ria mendengar jawaban nimas.
“kamu ngapain  disini,Fiq?,” tanya nimas kemudian. Fiqhry hanya cengar cengir. Nimas hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya.
“aku Cuma cuci mata kok, sapa tau aja ada cewek bule kecantol sama aku,hhehe,” canda fiqhry. Nimas terkekeh mendengar jawaban Fiqhry.

Tak berapa lama kemudian, terdengar pemberitahuan bahwa pesawat dari surabaya sudah tiba. Mereka pun berpisah, Nimas berjalan meninggalkan Fiqhry yang masih berdiri di sana. Fiqhry ingin menahannya, namun dia hanya bisa diam dan hanya memandang Nimas yang berjalan menjauh dengan tatapan sendu. 






    2


Nimas celingak-celinguk diantara desakan para penjemput, mencari-cari pria berjaket hodie berwarna merah diantara para penumpang lainnya. namun nihil, sampai penumpang terakhir tak ada satupun penumpang pria berjaket hodie warna merah yang keluar. wajah Nimas berubah, cemberut. dia kesal, dipikirnya si michael hanya bercanda dengan rencana kedatangannya.


tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dari belakang, Nimas menoleh. dia memperhatikan orang itu dengan seksama, dia merasa tidak kenal dengan orang tersebut. dari kaki hingga kepala diperhatikannya baik-baik, sedangkan yang diperhatikan malah senyum-senyum sendiri.


nimas merasa risih, di perlahan mundur menghindari orang itu. tapi orang itu justru memajukan wajahnya. dekat sekali dengan nimas. nimas panik, wajahnya telihat ketakutan. tetapi kemudian orang itu menjauh, wajahnya terlihat seperti menahan tawa, kemudian tertawa terbahak-bahak.


nimas kaget, memandang aneh orang itu. diperhatikannya  lagi orang itu dari ujung kaki hingga kepala. tiba-tiba orang itu melepas topi dan kacamatanya.
wajah nimas berubah gemas.
" ah sialan... ngerjain aku nih ceritanya," kata nimas sambil memukul pundak orang itu, yang ternyata michael.
" sorry my little star..ga sengaja," kata michael sambil terkekekh melihat tampang nimas.


nimas masih cemberut, dia masih merasa kesal telah dibohongi oleh michael.
"katanya pake jaket merah. tapi ini?? hoodie biru, topi putih, kacamata item," kata nimas sewot, dia memperhatikan michael sekali lagi, " mana kamu tinggi banget kayak tiang listrik," sambungnya.
michael tertawa, gigi putihnya berderet rapi. senyumnya yang khas membuat nimas merasa nyaman. senyum itu, senyum yang telah lama nimas rindukan, senyuman sahabatnya.






(bersambung)